Ketika
keyakinan sudah mulai memudar, disela itu pula harapan menunjukkan kejauhannya
dan tuah malang sudah datang menghampiri kehidupan. Terkadang ingin lari dari
permainan kehidupan namun permainan ini harus dimainkan dengan pameran yang di
inginkan.
Pameran
utama menjadi korban tragis kehidupan, mengecewakan bahkan hilang akan harapan.
Namun ketika harapan itu sudah menjadi bayang-bayang hanya seutas do’a menjadi
pemegang teguh melanjutkan kehidupan. Hanya berharap tuah malang berubah
menjadi kebahagiaan.
Kehidupan
berlanjut harapan telah menjadi abu dan abu diterpa oleh angin hingga hilang
tak berbekas yang tertinggal hanya butiran-butiran dan sisa-sisa yang
berterbangan, yang dilema tak tahu arah menuju, tak tahu jalan melangkah dan
hilang musnah.
“Pelangi Mulai Menampakkan
keindahannya ketika hujan hilang menerpa” ketika ketidak
percayaan hilang, keyakinan memudar dan harapan sudah menjauh, nampaknya Allah
SWT ingin menghibur dengan munculnya cahaya ditengah kegelapan malam, ingin
menampakkan ke Maha Rahman dan Rahimnya. Tak ingin mengecewakan hamba ketika
berdo’a dan selalu mengabulkan do’a tiap-tiap hamba yang meminta padanya, tiada
kesedihan yang selalu Allah SWT berikan selalu hal yang baik dari yang terbaik
yang telah ia tetapkan. Terkadang kita sebagai insan terlalu munafik dan tak
pernah bersyukur atas rencana dan rahmat yang telah tuhan berikan. Kita sebagai
manusia hanya bisa menilai disisi kemanusiawian dan tak pernah berpikir disisi
yang lain, namun tuhan telah memiliki rencana yang akurat, baik dan bahkan yang
terbaik buat hambanya.
Dihari
kemenangan bagi tiap-tiap orang-orang yang beriman disitulah puncak kebahagiaan
setiap muslim. Sungguh kebarokahan Idul Fitri telah menyadarkan bahwa sungguh
harapan tak pernah hilang, selalu ada kebahagiaan dibalik kesusahan.
Dari
kejauhan dan sayup-sayup takbir sudah mulai hilang, lebaran sudah hampir satu
minggu terlewati, alunan suara motor membisingkan pendengaran, gerimis
membasahkan malam, kelihatan dari kejauhan rumah sederhana, pagar yang telah menua
bahkan sudah tak mampu melindungi perkarangan membuat motor kami menerobos
masuk ke dalam. Mental seorang bujangan yang takut-takut berani dengan berat
rasa mengucap salam “Assalamualaikum
wr.wb” ujar seorang pemuda
sederhana, menggunakan baju kemeja dan bercelana levis itulah aku. “WaalaikumSalam wr.wb” balasan ucapan
salam dari tuan rumah, seorang ibu mengenakan kain berjilbabkan handuk melirik
kedepan pintu.
Aku
dan sahabatku memasuki rumah terlihat tuan rumah sudah menanti dan kami
dipersilahkan untuk duduk. Rumah beton yang berdinding semen serta dihiasi
dengan foto-foto keluarga disekelilingnya dan sekarang kami duduk diruang tamu
bersandar didinding rumah.
Seorang
Ibu sebut saja namanya Aina, dia adalah peradik dengan bapak saya, kebolehan
mendatangin rumahnya karena kami peradik. Adat dikampung kami jika peradik satu
nenek laki-laki dan perempuan maka boleh atau sah untuk nikah atau boleh
didatangi, namun jika peradik nenek perempuan dan perempuan atau laki-laki dan
laki-laki maka tidak boleh atau tidak sah untuk nikah atau didatangi. Ibu Aina
memiliki seorang anak gadis yang bernama Mey, seorang gadis yang bersekolah
disalah-satu pesantren dikota Bangko, gadis yang baik, hebat ilmu agama serta
sopan dalam bersikaf.
Selang
waktu berjalan kami berbincang-bincang ibu Aina, anaknya Mey pulang dan
langsung mengambil posisi duduk disamping ibunya. Memang kebiasan bahkan
adat-istiadat didesa bahwa jika anak laki-laki kerumah maka anak perempuannya
harus bersama orang tua perempuannya dan biasanya para anak bujangan terkadang
lebih banyak berbincang dengan orang tua dibandingkan dengan anaknya, karena
biasanya anak perempuan pemalu dan tak banyak bicara ketika ia bersuwa dengan
laki-laki.
Malam
ini memang kami mendatangi rumah Mey dengan niat untuk bersilaturrahim dengan
orang tuanya serta melihat anak gadisnya. Telah lama aku dirantau dan sudah
setahun sudah tak bertemu mungkin perubahan sudah banyak terjadi padanya begitu
juga denganku. Hanya kebahagiaan yang bisa kupetik malam ini, bisa kembali
berjumpa.
Kini
penghujung libur sudah mulai berbunyi seperti alrm pemberitahuan dan aku harus
pergi meninggalkan kampung halaman, hanya berharap hal seperti ini bisa
terulang lagi. Namun terkadang rasa takut mulai menghantui diriku, kalau-kalau
anak mamakku nanti juga diambil orang lain, karena kebanyakan anak mamakku
sudah memiliki suami semua tinggallah aku yang katanya punya anak mamak yang
banyak malah banyak yang menghindar denganku. Seandainya nanti anak mamak yang
terakhir ini juga diambil orang lain, terpaksa aku harus mencari orang lain dan
mungkin menikah dirantau. Namun harapan semoga jodoh mempertemukan kami dengan
cinta dan kasih sayang yakni cinta dan kasih sayang yang dicintainya. Cinta
yang membawa kebarokahan dalam kehidupan, bukan cinta nafsu, bukan cinta harta
bahkan kecantikan tapi, cinta ketulusan. Tulus menerima apa adanya dan berharap
mendapat cintanya yaitu cinta yang diridhoinya.
Semua
telah diatur, Jodoh, Rizki dan Kematian telah disusun sedemikian rinci dan
detail dan tak sedikitpun ada yang dirugikan, semua telah terencana sedemikian
rupa dan aku hanya seorang pemain kehidupan yang tetap berusaha, berdo’a dan
ikhtiar dan kesemuanya itu aku serahkan kepada Allah SWT tuhan yang maha adil,
pengasih dan penyanyang. Pemberi segala pinta, menerima segala do’a penuntun
kejalan kebaikan.
Kebahagiaan
bukan dilihat seberapa hebat kita mendapat wanita idaman, namun bagaimana kita
bahagia menunggu wanita idaman datang untuk dihibahkan, bukan jalan pacaran
tapi, jalan pernikahan.
Rintihan
terkadang mengusik mimpi indah, bisa atau tidak menjadi satu dalam drama
kehidupan ini. Aku yakin dan percaya tuhan telah menyiapkan kejutan-kejutan
yang tak pernah kita duga dan aku siap menunggu kejutan-kejutan yang akan
engkau berikan.
Jika
nanti sudah waktunya aku minta dimudahkan dalam segala urusan hidup, selamatkan
diri dari dunia hingga akhirat dan izinkan aku membersihkan hati untuk ikhlas
dalam menjalani kehidupan.
Tulisan
mengalir begitu saja, tak sadar jemari ini menepis satu-persatu tombol keyboard
Computer, tulisan ini mengalir begitu saja hanya untuk menyimpan kesan sehingga
menjadi kenangan.
Mungkin
aku tak banyak bicara karena, aku tak pandai berbicara yang baik. Hanya tulisan
yang bisa mewakili setiap detik curahan hati dan pemikiran. Tak ada niat untuk
membuat pembaca kecewa, namun itulah yang dapat aku tuliskan. Semoga dirimu
bisa menilai tulisan ini. Tak banyak yang bisa kutuliskan tentang dirimu karena
aku mungkin tak begitu jauh mengenal dirimu jika dirimu berkenan izinkan aku
berteman denganmu lebih jauh lagi. Mungkin bagi diriku satu musuh terlalu
banyak dan seribu teman itu sedikit maka aku ingin mencari teman yang lebih
banyak, supaya bisa banyak belajar, berbagi pengalaman dan pemikiran sehingga
apapun hal buruk yang telah terjadi pada diri kita masing-masing supaya tidak
terjadi pada diri kita atau teman kita.
Tidak
ada maksud apapun dari tulisan ini hanya sekedar penghibur dikala bosan,
penghilang kejenuhan dan kecapean. Mungkin bisa menjadi bacaan buat dirimu jika
ada waktu kosong.
Mohon
ma’af jika dalam tulisan ini terdapat banyak kata-kata yang tidak tepat ataupun
menyinggung perasaan, mungkin ketika dirimu membaca tulisan ini aku sudah
berangkat, kuharap dirimu bisa memaklumi tulisan ini terimakasih.
0 komentar:
Posting Komentar